The Infinite Loops – Chapter 6

The Infinite Loops – Chapter 6

Sebelumnya dalam The Infinite Loops:

Naruto menerima topi dan jubah bertuliskan Hokage Ke-6 sebagai tanda kalau mulai hari ini ia resmi memimpin desa Konoha. Tepuk tangan meriah penduduk Konoha menyambut Hokage baru mereka. Tibalah saatnya kini Naruto menyampaikan pidato pertamanya.

“Aku tak akan banyak bicara dalam pidato pertamaku ini. Aku hanya akan menyampaikan 3 pengumuman penting.

Pertama, aku mengundurkan diri jadi Hokage ke-6.

Kedua, aku menunjuk Hyuuga Hinata sebagai penerusku.

Ketiga, aku akan berhenti jadi ninja. Sekian dan terima kasih.”

Chapter 6

“Loops

Hinata melotot tak percaya mendengar isi pidato Naruto yang singkat. Semua yang hadir pun merasakan kekagetan yang sama dengan Hinata. Hening menghiasi pelantikan Hokage kali ini. Naruto turun dari panggung sambil mengembalikan jubah dan topi Hokage kepada Daimyou yang tampak masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah Naruto berjalan pulang melewati para penduduk, barulah mereka ribut bertanya apa alasan Naruto mengundurkan diri. Padahal mereka mengharapkan Naruto jadi Hokage karena sejak 3 tahun terakhir ini Naruto dianggap sebagai ninja terkuat di Konoha. Sayangnya Naruto tak menanggapi satu pun pertanyaan penduduk. Panitia pelantikan tak kalah paniknya. Mereka sudah terlanjur menyiapkan topi, jubah, pemahat batu, dan segala sesuatunya untuk Naruto.

Naruto tak bisa terus menerus di Konoha. Rasa takut Naruto kepada Hinata sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Sebulan terakhir ini Naruto sudah mulai peduli pada keadaan Hinata, ia menyelamatkannya dari Pain, padahal itu bukan rencana awal Naruto. Sejak loop ini dimulai seharusnya Naruto menjauhi Hinata. Tapi tanpa Naruto sadari ia sudah mulai menuruti perintah istrinya untuk melupakan dirinya dan melanjutkan kehidupannya dengan Hinata yang masih hidup. Perlahan Naruto sadar kalau Hinata yang pernah jadi istrinya adalah orang yang sama dengan Hinata yang ada sekarang. Naruto telah jatuh hati kembali kepada orang yang sama selama ribuan tahun. Naruto khawatir kedekatannya dengan Hinata akan membuatnya terjatuh makin dalam. Maka ia memutuskan untuk pergi.

Saat sampai di ujung deretan penonton, sekilas tatapan Hinata dan Naruto bertemu. Dalam tatapan singkat itu, Hinata masih menemukan rasa takut Naruto. Rasa takut yang belum diketahui Hinata ditujukan pada apa dan kepada siapa.

Di sisi lain, Hinata merasa terhina oleh sikap Naruto ini. Naruto pikir jabatan Hokage itu main-main? Lalu dia bilang ingin berhenti jadi ninja? Apa Hinata tidak salah dengar? Tapi sekarang bukan saatnya untuk merasa sensitif hanya karena jabatan yang diimpikannya diberikan oleh Naruto. Hinata harus segera bergerak cepat karena dari gelagat Naruto yang menggendong tas besar, sepertinya ia bukan hanya akan berhenti jadi ninja tapi juga akan pergi dari Konoha.

Tanpa buang waktu lagi, Hinata segera melompat ke panggung dan bicara lewat microphone.

“Berhenti Naruto!” teriak Hinata.

Naruto terus saja melangkah menjauhi panggung tanpa menoleh ke belakangnya. Hinata sudah hapal betul sikap Naruto yang seperti ini. Naruto tak akan berhenti jika tidak dipaksa.

“Sebagai Hokage Ke-7,” lanjut Hinata. “Kuperintahkan seluruh shinobi Konoha untuk menghentikan Naruto sekarang, bagaimana pun caranya! Gunakan cara kasar jika perlu. Jangan biarkan dia keluar dari Konoha!”

Semua shinobi Konoha yang berada di sekitar panggung serba salah. Mereka merasa segan melawan Naruto karena biar bagaimanapun ia shinobi yang sangat dihormati. Dia juga mantan Hokage ke-6 meskipun ia menjabat tidak lebih dari 1 menit.

“Apa yang kalian tunggu?! Ini perintah Hokage!” teriak Hinata lagi. Kini semua shinobi mulai dari genin, chuunin, jounin, bahkan ANBU menyiapkan senjata mereka.

Naruto sadar dirinya dalam bahaya sehingga ia bersiap melakukan Hiraishin. Tapi ia segera sadar kalau barier Konoha telah memblok jurusnya. Ia terperangkap di desa Konoha.

“Kalian jangan takut, Naruto tidak akan berani menyakiti kalian,” ujar Hinata menyemangati. Tapi tetap saja shinobi lainnya, terutama yang masih pemula, merasa ketakutan. Kini Hinata ada di barisan depan, memimpin semua shinobi untuk menyerang Naruto.

Naruto mengepalkan kedua tangannya. Hinata telah mengetahui kelemahannya. Ia tahu kalau dirinya tak akan tega membunuh satupun shinobi Konoha. Ditatapnya seluruh shinobi yang kini ada di sekelilingnya. Naruto optimis bisa menang, tapi melumpuhkan shinobi sebanyak ini akan menghabiskan banyak waktu.

SRAT!

Ratusan kunai diarahkan ke badan Naruto oleh para shinobi. Tak mau jadi sasaran empuk, Naruto melompat menjauh. Tali tasnya sobek terkena kunai sehingga Naruto memutuskan untuk menjatuhkannya. Lagipula isinya hanya baju ganti. Tanpa disangka, Hinata sudah menunggu di arah lain dan melancarkan serangan lanjutan.

“Jyuuken!”

Naruto menoleh ke arah belakang dan kaget menatap telapak tangan kanan Hinata sudah berada sejengkal lagi di depan dadanya. Sejak kapan Hinata jadi secepat ini?! Naruto sudah lama tidak bertarung dengan Hinata sehingga tak bisa mengukur kekuatannya.

BUKH! DUAKH! BRAK!

Jyuuken Hinata berhasil ditahan oleh kedua tangan Naruto, tapi tendangan Tsunade dari arah lain tak bisa dihindari sehingga Naruto terlempar ke tanah. Seakan itu belum cukup, Chouza menghantam tubuh Naruto dengan tangan besarnya.

Puluhan shinobi pengendali tanah yang sudah siap di bawah sana langsung mengunci kedua tangan dan kaki Naruto. Tapi itu tak lama, Naruto memberontak dan berlari ke arah gerbang. Ia mengira pengamanan di sana lebih tipis, nyatanya justru di sanalah pengamanan paling kuat. Hampir 50% shinobi Konoha berjaga di sana. Ribuan kunai dan shuriken dilemparkan ke arah Naruto.

Naruto berusaha menghindar tapi dari senjata sebanyak itu ada saja yang mengenai badan Naruto. Naruto terluka di beberapa bagian tubuhnya. Sayangnya ini masih jauh dari serangan akhir. Selanjutnya Naruto jadi bulan-bulanan seluruh shinobi Konoha. Mau bagaimana lagi, Hokage terbaru mereka sudah memerintahkan untuk melumpuhkan Naruto.

ROARHHH!

Dua harimau milik Sai menerkam Naruto dari belakang. Ini memberikan waktu kepada Neji untuk menyerang.

Jūkenhō: Hakke Rokujūyon Shō!

Enam puluh empat titik chakra Naruto terkena serangan Neji. Naruto tersungkur ke tanah. Sekarang giliran Kakashi menyerang, ia menarik kerah baju Naruto, di tangan kanannya sudah disiapkan Raikiri. Ada rasa tak tega saat ia akan melakukannya. Tapi ini perintah Hokage, serta jalan satu-satunya untuk menahan Naruto di desa. Kakashi harus pastikan Naruto tak bisa melawan lagi.

“Maafkan aku Naruto,” ujar Kakashi sambil melayangkan aliran-aliran listrik di tangan kanannya ke arah perut Naruto.    

“Raikiri!”

GREP!

Kakashi merasakan sebuah aliran chakra yang besar menahan tangannya. Sebuah aliran chakra berwarna orange berbentuk tangan telah menghentikan serangannya kepada Naruto.

“Kau terlalu banyak berpikir, sensei,” decih Naruto. Kakashi kaget bukan main. Bersamaan dengan itu, sebuah tangan chakra lain melesat ke arah Kakashi.

BUAKH!

Kakashi terpental jauh hingga menabrak jounin-jounin lain di dekat gerbang desa, dan terakhir membentur dinding desa. Sakura segera berlari menyelamatkannya.

“Ini saja kemampuan kalian?” tantang Naruto sambil mengusap darah di bibirnya. “Aku sudah memberi waktu setengah jam dan kalian masih tak bisa melumpuhkanku.”

“Dan lagi… siapa bilang aku tak berani menyakiti kalian?” Naruto tersenyum kejam.

BUKH!

Tangan-tangan chakra selanjutnya semakin brutal menghempaskan ratusan shinobi di sekitar Naruto ke segala arah. Itu saja sudah cukup untuk melukai shinobishinobi tersebut. Padahal Naruto belum sepenuhnya masuk ke mode Kyuubi.

“Waktu kalian habis, aku akan pergi,” lanjut Naruto.   

Naruto masuk ke mode Kyuubi yang sempurna. Chakra orange meluap lebih besar dari tubuh Naruto, membentuk sosok Kyuubi ekor 9. Semua penduduk kaget menyaksikan sosok Kyuubi yang sama dengan yang pernah menyerang Konoha 16 tahun yang lalu. Bedanya, kali ini Kyuubi itu berwarna orange dengan Naruto berada di pusatnya. Hinata sama kagetnya melihat sikap Naruto yang selalu tak bisa ditebak, bulan kemarin ia melindungi Konoha dan menolong Hinata, sekarang ia malah mengamuk seperti ini.

Chakra orange itu sama persis dengan chakra yang dilihat Hinata saat apartemen Naruto hancur. Ternyata benar kekuatan chakra tersebut sangat besar hingga bisa mengalahkan duo sannin 3 tahun lalu. Para penduduk berlarian tak beraturan. Para shinobi mundur sedikit demi sedikit. Hinata masih mematung di sana, tak tahu harus berbuat apa. Sementara itu Kyuubi mengumpulkan bola chakra di mulutnya dan dalam waktu singkat menembakan bijuudama ke langit, menghancurkan 3 lapis barier yang dibuat Konoha.

BOOM!

Tiga lapis barier hancur dalam 1 kali tembakan. Setelah itu Naruto dan Kyuubi melompat ke luar desa. Barulah Hinata sadar kalau ia tak punya waktu banyak. Jika Naruto sampai keluar dari perbatasan Konoha, maka ia akan sulit dilacak.

“Kuchiyose no Jutsu!”

Hinata memanggil Gamabunta, Gamahiro, dan Gamaken.

“Kejar Kyuubi!” perintah Hinata.

TAP!

Hentakan ketiga kodok itu menyebabkan angin besar dan getaran hebat di Konoha. Lompatan mereka melesat ke atas desa Konoha.

Gamabunta, Gamahiro, dan Gamaken bisa diandalkan dalam pengejaran karena memiliki lompatan yang jauh. Tak butuh waktu lama sampai Gamaken menahan leher Kyuubi ke tanah dengan tongkatnya. Gamahiro menahan kedua kaki Kyuubi dengan dua katana miliknya. Serangan diakhiri dengan pukulan Gamabunta di wajah Kyuubi. Pukulan itu menyebabkan ketidakstabilan chakra Kyuubi sehingga memberikan celah kepada Hinata untuk melompat ke dalam tubuh Kyuubi mendekati Naruto.

BUAKH!

Hinata memukul wajah Naruto hingga ia kehilangan kontrol atas Kyuubi dan Kyuubi menghilang. Naruto terjun bebas ke hutan Konoha. Terbentuk kawah besar di tanah saking kuatnya Naruto terpental. Sebenarnya tadi Naruto sudah menahan pukulan Hinata, tapi ia mengkombinasikan pukulannya dengan 2 mode sage sekaligus. Pukulannya jadi 100 kali lipat lebih kuat.

Hinata tak banyak membuang waktu, ia menendang Naruto yang masih tergeletak di tanah. Setelah itu ia menarik leher Naruto ke atas, membuat Naruto tak menapak di tanah.

“Jūho Sōshiken!”

Naruto terkaget melihat kilatan chakra berwarna biru itu melesat menuju wajahnya. Ia menahan serangan Hinata, tapi lagi-lagi serangan itu terlalu kuat. Tetap saja Naruto terkena pukulan.

Hinata tak memberi sedikitpun jeda. Saat Naruto terbentur ke tanah, Hinata segera menduduki perut Naruto. Pukulan bertubi-tubi dilayangkan ke wajah Naruto setelah itu. Tapi Naruto tak sedikitpun melawan padahal Hinata tahu masih ada chakra tersisa di tubuh Naruto.

BUKH! BUKH! BUKH!

“Lawan aku Naruto!” bentak Hinata kesal. Bahkan hingga Hinata kehabisan energi alam pun Naruto tak mau melawan juga.

Sadar chakra-nya tinggal sedikit, Hinata memusatkan chakra-nya di tangan kanan sebagai serangan terakhir dan mengarahkannya ke wajah Naruto.

Jyuuken! Heaaaaaahh!”

BRAK!!!

Jyuuken meleset ke tanah persis di samping kepala Naruto. Tiba-tiba tangan Naruto mengayun cepat dari samping, rasengan sudah siap di tangan kanannya. Rupanya dari tadi ia sudah menyiapkan serangan itu selagi diberondongi pukulan oleh Hinata.

“Rasengan!”

Hinata tak ada sedikitpun niat untuk menghindar. Bahkan ia hanya menatap rasengan itu datar.

ZING!

Rasengan lenyap tepat saat akan menghantam wajah Hinata.

 “Sudah kuduga,” ujar Hinata. “Kau tak berani membunuhku.”

Naruto segera bangkit dan berjalan tergopoh menjauhi Hinata. Hinata mengikuti tak jauh di belakangnya.

“Kau takut padaku.”

Naruto menghentikan langkahnya, tebakan Hinata telah tepat mengenai sasaran.

“Ya, aku takut padamu. Kau sangat kuat, kau seorang Hokage sekarang,” aku Naruto. Entah kenapa perkataan Naruto terdengar seperti sebuah ejekan di telinga Hinata.

“Bohong! Kau tetap lebih kuat! Ini kesempatan ketiga yang kau miliki untuk membunuhku, tapi kau dengan sengaja tak menggunakan kesempatan itu. Sejak pertama pertarungan ini dimulai kau pun tidak menggunakan kekuatan penuh. Ada sesuatu yang menahanmu!”

“Terserahlah,” kata Naruto tak peduli. “Lebih baik kembali ke desa dan biarkan aku pergi.”

Hinata sadar chakra miliknya sudah menipis sedangkan Naruto masih menyimpan banyak kekuatan dalam dirinya. Naruto bisa mencederainya lagi kalau mau. Hinata tak akan bisa menahan Naruto untuk tidak pergi. Hinata sedih mengetahui kenyataan itu. Ia sedih mengetahui ketidakmampuannya untuk menahan Naruto. Tapi setidaknya sebelum Naruto pergi ia ingin minta penjelasan atas apa yang terjadi di desa.

Dengan tangan yang gemetaran Hinata menahan pundak kiri Naruto. “Apa maksud semua ini? Kenapa kau memberikan gelar Hokage padaku?!” tanya Hinata.

Kening Naruto berkerut. “Seperti kubilang tadi, kau sudah jadi Hokage. Aku tak punya maksud lain. Kupikir kau akan senang karena itu impianmu dari dulu. Sejak dulu kau bercita-cita jadi Hokage.”

“Tidak dengan cara seperti ini!” balas Hinata kesal. “Ini sama saja dengan kau menghinaku! Kau pikir aku tak bisa jadi Hokage dengan usahaku sendiri? Selain itu kau juga tidak menghormati pesan terakhir yang ditinggalkan Jiraiya-sama agar kau menjadi Hokage Ke-6. Kau kira jabatan Hokage itu main-main? Kau-”

“Aku punya alasan,” potong Naruto. Hinata akan terus mengoceh jika Naruto tak memotong perkataannya. Ia berbalik dan memberanikan diri untuk menatap Hinata tepat di mata. Tatapannya menajam. “Aku peduli pada Konoha. Aku SELALU peduli pada Konoha. Hanya saja kau tak pernah tahu. Saat kau menyampaikan wasiat Jiraiya yang menunjukku menjadi Hokage ke-6, aku bisa saja menolaknya. Tapi aku sadar Danzou akan mengambil alih posisi itu sehingga kuputuskan untuk menerimanya untuk sementara sampai aku punya wewenang untuk menunjuk orang lain yang lebih layak. Jiraiya menunjukku jadi Hokage tanpa meminta persetujuanku terlebih dahulu, maka aku melakukan hal yang sama terhadapmu.”

Hinata tertegun mendengar penjelasan Naruto.

“Jangan bilang kau tak mampu mengemban tugas sebagai Hokage,” tambah Naruto.

“Aku mampu jadi Hokage!” kata Hinata. “Hanya saja…” Ia terlihat mencari kata-kata yang tepat.

“Aku kesal pada keputusanmu untuk berhenti jadi ninja. Apa kau tahu apa yang selama 6 tahun ini kulakukan? Setiap hari aku berlatih siang dan malam, berlatih mati-matian untuk bisa mengalahkanmu. Berusaha mengalahkan takdirku sebagai shinobi lemah hingga akhirnya bisa sekuat sekarang. Lalu setelah aku melangkah sejauh ini, kau bilang ingin berhenti? Berhenti begitu saja?”

Raut wajah Hinata berubah drastis. Kini tampak kesedihan mendalam di wajahnya. Ia ingat kata-kata Tsunade.

‘Aku tahu alasan kenapa kau ingin lebih kuat dalam waktu yang singkat. Kau ingin mengalahkan Naruto. Motivasi seperti itu sah-sah saja. Motivasimu itu telah mengantarkanmu jadi ninja yang kuat. Aku hanya penasaran, jika suatu hari nanti Naruto berhasil kau kalahkan, apa kau akan berhenti berusaha menjadi lebih kuat?’

“Kau adalah tujuan yang ingin kucapai,” gumam Hinata pelan. “Kau adalah orang yang ingin kukalahkan. Aku tak bisa bayangkan hidupku tanpamu. Aku tak ingin kehilanganmu. Apa yang… apa yang harus kulakukan jika kau tak ada?” tanya Hinata sambil berusaha setengah mati menahan tangisnya. Hinata manarik kaos hitam Naruto dan mengguncang-guncangnya. “Aku tak tahu apa yang harus kulakukan jika kau tak ada.”

Kata-kata Hinata seolah telah menyayat hati Naruto.

Saat Hinata mengguncang-guncang Naruto, jaket Hinata terbuka sedikit dan Naruto melihat bekas luka tusukan di dada atas Hinata. Luka yang dibuatnya saat ujian chuunin. Ingatannya atas segala kekasarannya kepada Hinata sejak 6 tahun lalu bermunculan di otaknya.

“Kembalikan naruto-kun-ku yang dulu!”

“Naruto yang kau kenal sudah mati.”

“Demi darah ini, aku berjanji akan mengalahkanmu di final!”                     

“Gadis bodoh, semua orang di arena ini tahu siapa yang menang. Aku tidak akan menceritakan apa-apa padamu.”                       

“Kau mengejekku ‘kan? Jika kau berniat mengejekku, selamat, kau telah berhasil.”

“Kalau kau sudah sadar pada ketidakmampuanmu, sudah saatnya kau menyerah. Pecundang.”                

“Aku tak percaya guru menunjuk orang sepertimu sebagai penerusnya! Kau pemalas, dingin, cuek, tak peduli, kejam padaku, kau…”

“Kau sudah merebut impianku jadi Hokage.”

Naruto juga mengingat perkataan teman-temannya.

“Kali ini kau keterlaluan, Naruto.”

“Kenapa sikapmu selalu tak ramah begini saat berada di dekat Hinata? Jika kau pikir sikapmu ini akan menjauhkan Hinata darimu, maka kau salah besar Naruto!” teriak Kiba.

Tiba-tiba saja Naruto jadi merasa bersalah. Ada rasa sakit yang menjalar ke dadanya. Naruto sudah sampai pada batas terkuatnya. Lebih jauh lagi maka Naruto bisa stress, bahkan gila.

“Kalian akan selalu merasakan kedekatan emosional di masa manapun kalian hidup. Apapun cara yang kau lakukan untuk menjauhkannya darimu, dia akan terus berusaha dekat denganmu,” kata Kurama.

Mungkin kata-kata Kurama benar, di loop ke berapapun Naruto dan Hinata hidup, mereka akan selalu merasakan kedekatan emosional. Apapun cara yang dilakukan Naruto untuk menjauhkan Hinata darinya, Hinata akan terus berusaha dekat dengan Naruto. 

Dengan perlahan, Naruto meraih kedua tangan Hinata kemudian menggenggamnya. Bentuk tangan mungil yang sangat ia ingat. Sama dengan tempo hari saat Hinata datang ke rumahnnya, sama juga dengan tangan Hinata-Hinata lain di loop sebelumnya, sama juga dengan tangan istri yang pernah dinikahinya.

Diperlakukan seperti itu, Hinata mendongak dan melihat wajah Naruto. Ekspresinya belum bisa Hinata tebak.

“Jangan pergi, jangan berhenti jadi ninja,” ujar Hinata pilu. “Selama ini aku selalu menangis dan menyerah. Aku hampir menuju ke arah yang salah. Tapi kau menunjukkanku arah yang benar. Aku selalu mengejarmu dan berusaha menyusulmu. Aku… aku ingin selalu bersama denganmu karena… karena aku menya-”

“Stop,” cegah Naruto sambil menghapus air mata yang mulai mengalir di kedua pipi Hinata. Ia tahu kemana arah pembicaraan Hinata. Hinata sudah berulang kali mengucapkan rangkaian kalimat itu di loop-loop sebelum ini. Setiap kali Naruto mencengar kata ‘itu’, hati Naruto selalu sakit karena di loop selanjutnya Hinata akan melupakan semuanya. Naruto tak mau perkataan sakral itu jadi bagaikan ilusi yang hilang dari ingatan Hinata saat loop kembali terjadi.

Jangankan untuk membayangkan loop selanjutnya, menatap wajah Hinata yang sekarang sedang menangis saja Naruto sudah sedih. Ia tak tahu kenapa ia jadi lembek begini.

“Kenapa, Naruto?” tanya Hinata tak mengerti. Naruto tak juga menjawab. Ia hanya mengelus pipi kiri Hinata tanpa bicara sepatah kata pun. “Kau tahu apa yang akan kukatakan? Kau tahu perasaanku padamu sejak lama. Iya, kan? Lalu kenapa kau selalu bersikap kasar padaku? Kenapa?!”

“Maaf, aku terpaksa,” gumam Naruto. Ini pertama kalinya Naruto meminta maaf kepada Hinata. Hinata tak tahan untuk tak memeluk Naruto. Sedangkan Naruto masih mematung di sana. Ia tak berani membalas pelukannya.

“Aku benci padamu,” seru Hinata dalam pelukan Naruto, antara sedih dan kesal. “Aku sudah lelah mengejarmu. Tolong… berhentilah berlari dan berjalanlah di sampingku mulai saat ini.”

Awalnya Naruto bingung harus apa. Emosi sudah terlanjur mengacaukan rencananya. Ia sudah terlalu jauh berbelok dari rencana awalnya. Jika sudah sampai seperti ini, maka rencananya untuk menjauhi Hinata di loop ke-18 gagal total. Kenyataannya Hinata memang tak bisa dijauhkan darinya. Dan kenyataan lainnya, Naruto tak bisa menghilangkan perasaannya kepada Hinata.

Mungkin sudah saatnya melupakan rencana awal…

Sudah saatnya menyerah pada kekonsistenan Hinata dalam mengejarnya…

Sudah saatnya berhenti berlari…

“Aku juga benci padamu, Hinata,” gumam Naruto sambil tersenyum. Perlahan ia membalas pelukan Hinata. Naruto bisa merasakan pelukan Hinata yang makin erat, pertanda kalau Hinata merasa senang. Hubungan mereka di loop ke-18 ini memang agak unik sekaligus rumit. Hinata tak pernah menyatakan perasaan sukanya kepada Naruto, bahkan mereka saling menyatakan rasa benci. Tapi di lubuk hati mereka yang paling dalam, mereka tahu kalau mereka saling menyayangi.

Naruto membiarkan Hinata tenang dulu dalam pelukannya. Setelah ia tenang, Naruto melanjutkan pada tahap yang paling penting.

“Aku mengaku kalah padamu dalam pertandingan kali ini,” gumam Naruto. “Sesuai permintaanmu dulu, aku akan menceritakan semua rahasiaku.”

Hinata langsung bersemangat mendengar itu.

“Tapi kuingatkan dulu sebelumnya, ini mungkin akan mengubah total pola pikirmu terhadapku. Mungkin juga akan mengubah sikapmu padaku. Aku menunggu waktu 6 tahun untuk menceritakan masalah ini padamu. Jadi kau sudah pasti tahu kalau ini bukan masalah sepele. Apa kau siap?”

Hinata semakin penasaran atas apa yang selama ini dirahasiakan Naruto. Naruto juga terlihat serius . Sikapnya itu menunjukkan betapa pentingnya rahasia yang akan diungkapkannya.

“Ya. Aku siap,” kata Hinata.

Naruto menarik napasnya dalam-dalam, lalu berkata “Kita pernah menikah di kehidupan sebelumnya. Kau adalah istriku.”

“Eehhh???”

FLASHBACK

Kehidupan pertama, perang dunia ninja ke-4

“Rasakan ini!”

BUAKH!

Naruto, Sakura, dan Sasuke menyerang Kaguya Ootsutsuki, orang pertama yang bisa memanipulasi chakra sekaligus orang yang berniat melenyapkan semua ninja di dunia. Mereka menyerang secara bersamaan untuk menyegel Kaguya kembali. Setelah perjuangan yang panjang akhirnya perang dunia ninja ke-4 bisa diakhiri. Tanpa diduga, chakra Kaguya sangat besar dan menimbulkan ledakan dalam proses penyegelannya. Naruto adalah orang yang pertama tahu ini dan segera mendorong tubuh Sakura dan Sasuke. Ajaibnya, Naruto tidak mati, Naruto terbangun setelahnya dalam keadaan yang baik-baik saja. Mereka yang menjaga Naruto bilang kalau Naruto pingsan selama 3 menit.

Tidak ada hal mencurigakan yang terjadi setelahnya. Naruto dan Sasuke harus menyelesaikan pertarungan mereka hingga berakhir draw. Naruto kehilangan tangan kanannya sedangkan Sasuke kehilangan tangan kirinya. Pertarungan terakhir mereka telah membuktikan kalau selama ini mereka memang sepasang sahabat yang saling melengkapi satu sama lain. Tidak ada pihak yang kalah karena pada dasarnya baik keturunan Asura-Senju maupun Indra-Uchiha memiliki kekurangan. Naruto dan Sasuke memutuskan untuk menutupi kekurangan itu dengan cara berdamai. Karena dengan berdamai, mereka bisa bersatu sehingga bisa lebih kuat.

Tiga tahun kemudian, tepatnya saat Naruto berumur 20 tahun, ia menikah dengan Hinata, gadis yang selalu ada untukku sejak dulu. Mereka dikaruniai 2 orang anak bernama Yuki dan Ame. Nama anak mereka disesuaikan dengan musim saat mereka dilahirkan. Yuki lahir di musim salju, dan Ame lahir di musim hujan 3 tahun kemudian. Metode penamaan anak yang sederhana oleh Naruto, tapi Hinata tak keberataan dengan itu.

Pernikahan menjadi momen titik balik perubahan sikap Naruto yang asalnya kekanakan menjadi semakin dewasa. Secara naluri, Naruto ingin menjadi suami dan ayah yang baik untuk keluarganya.

Suatu hari, seseorang pernah bertanya kepada Naruto, “Siapa yang kau pilih antara orang tua, istri, dan anakmu?”

Itu pertanyaan yang amat sulit dijawab Naruto. Jawabannya selalu berubah dari waktu ke waktu.

Jika Naruto ditanya hal itu saat ia masih kecil, sudah dipastikan Naruto akan memilih orang tua karena ia tak punya orang tua.

Saat beranjak dewasa dan memiliki anak, Naruto memilih anak-anaknya karena mereka adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan padanya dan Hinata. Naruto dan Hinata rela berkorban nyawa untuk kedua anak-anaknya. Mungkin inilah yang dulu dirasakan Minato dan Kushina saat akan mengorbankan nyawa mereka.

Waktu terus bergulir. Yuki menikah dengan shinobi Kirigakure sehingga ia tinggal dengan suaminya, sedangkan Ame berpetualang mengelilingi dunia. Naruto jadi sangat jarang bertemu dengan anaknya. Ia baru terhibur saat Yuki membawa anak perempuannya, cucu pertama Naruto, untuk berlibur. Atau Ame yang datang setahun sekali di sela perjalanannya mengelilingi dunia. Yang selalu setia menemani Naruto hanya Hinata.

Maka jawaban Naruto atas pertanyaan yang pernah diajukan padanya berubah lagi, ia menjawab akan memilih istrinya. Karena sosok seorang istri akan ada di samping suaminya hingga ajal memisahkan mereka.

“Aku memilih istriku. Karena orang tua akan meninggalkan kita lebih cepat, anak-anak cepat atau lambat akan pergi bersama keluarga mereka, sedangkan seorang istri akan ada di samping suaminya sampai maut memisahkan mereka karena itulah sumpahnya saat menikah,” gumam Naruto bicara sendiri di samping tempat tidur istrinya, Hinata, yang sedang sekarat di usia yang ke-80 tahun. Semua anak dan cucunya ada di sekelilingnya dalam keadaan sedih.

“Kau tahu arti bunga lavender?” tanya Hinata.

“Apa yang kau katakan? Jangan banyak bicara. Kau harus menghemat energi,” ujar Naruto. Kedua tangannya menggenggam tangan lemah Hinata.

“Aku tak mau perpisahanku dengan keluargaku meninggalkan kesan yang sedih. Aku ingin… aku ingin membahas hal lain,” gumam Hinata pelan. Napasnya sudah mulai terputus-putus.

“Baiklah. Apa makna bunga lavender?” tanya Naruto. Kini ia sudah menangis karena melihat Hinata yang makin lemah.

“Dalam bahasa bunga… lavender berarti pengabdian, keberuntungan, kesuksesan, dan kebahagiaan. Itulah… alasan kenapa aku banyak menanam… bunga lavender di rumah kita. Kuharap kebahagiaan… tetap ada dalam kehidupanmu… setelah aku pergi. Jaga anak-anak kita dan dirimu baik-baik.”

Itu adalah kata-kata terakhir Hinata. Kepergian Hinata adalah hal terberat yang dihadapi Naruto. Yuki menawarkan untuk tinggal di Konoha menemani Naruto, tapi Naruto menolak karena Naruto tahu menantunya adalah orang penting di Kirigakure. Yuki mengerti, sebagai gantinya, ia dan Ame lebih sering berkunjung ke Konoha menengok Naruto.

Tak banyak kegiatan yang dilakukan Naruto di hari tua. Ia memutuskan untuk menjauh dari kehidupan ninja dan menjalani sisa hidupnya dengan damai. Umur panjang klan Uzumaki adalah kelebihan sekaligus kekurangan. Semakin lama Naruto hidup, semakin lama ia merasa kesepian.

Naruto mati di umur 110 tahun dengan tenang. Ia mati dalam senyuman karena tak lama lagi ia akan bertemu Hinata, begitu pikirnya. Rasa sakit yang terasa di sekujur tubuh Naruto diikuti pandangan yang gelap menjadi pengantarnya ke kehidupan selanjutnya.

Loop 1

Tak lama kemudian Naruto terbangun kembali di usia 10 tahun, tepatnya ketika ia disuruh maju ke depan kelas oleh Iruka. Saat itu Naruto tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Naruto melihat Hinata lagi, tapi bukan ini maksudnya. Ia berpikir akan bertemu Hinata di surga bukan di sini.

“Naruto? Kau tidak apa-apa? Wajahmu pucat sekali.”

“Aku izin ke ruang kesehatan,” kata Naruto.

“Perlu diantar?” tanya Iruka.

Naruto berpikir sejenak. “Ya. Aku ingin Hinata mengantarku.”

Iruka dan Hinata bingung kenapa Naruto meminta diantar Hinata. Tapi melihat wajah Naruto yang sangat mengkhawatirkan itu Iruka mengizinkan. Hinata pun tidak berpikir macam-macam dan segera memegang badan Naruto yang sempoyongan, mengubur dalam-dalam rasa malunya karena kini ia bertanggungjawab mengantar sosok pujaannya.

“Lama tidak bertemu, Hime,” ujar Naruto saat berjalan bersama Hinata.

“H-hime?” tanya Hinata gelagapan. “Maksudmu, a-aku?”

“Ya, memangnya siapa lagi?” tanya Naruto sambil tersenyum.

Bisa dibayangkan bagaimana malunya Hinata dipanggil seperti itu.

“T-tapi kita baru saja bertemu kemarin di kelas,” jawab Hinata.

Kening Naruto berkerut. Ia tak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Kenapa Hinata di sampingnya bilang mereka baru bertemu kemarin? Jika hitungan Naruto benar, bukankah mereka terakhir bertemu 30 tahun lalu, saat Hinata berusia 80 tahun?

Naruto dirawat seorang dokter. Dokter itu bilang kalau Naruto hanya capek dan perlu istirahat.

“Kau tahu arti bunga lavender?” tanya Naruto. Itu kalimat yang diingatnya saat terakhir bertemu dengan Hinata dewasa. Hinata kecil yang sedang duduk di samping tempat tidur Naruto menatap Naruto tak mengerti.

“Maaf. Aku tidak tahu arti bunga lavender,” jawabnya.

Naruto kaget, ternyata Hinata tak tahu arti bunga itu padahal Hinata sendiri yang memberi tahu Naruto.

“Dalam bahasa bunga, lavender berarti pengabdian, keberuntungan, kesuksesan, dan kebahagiaan,” jelas Naruto.

“Oh begitu.”

Naruto menghela napas pelan lalu memandang langit-langit ruang kesehatan. Hinata di sampingnya berbeda dengan Hinata istrinya.

Naruto butuh 5 tahun di loop pertama untuk mempelajari apa yang terjadi. Setelah meninggal di usia 110 tahun, Naruto ‘dipaksa’ kembali ke usia 10 tahun. Dunia berputar kembali ke saat Naruto berumur 10 tahun. Ingatan dan kemampuan dari kehidupan sebelumnya tetap Naruto miliki. Jurus-jurus ninjanya tidak hilang, melainkan ‘tersimpan’ hingga kemampuan fisiknya bisa memakainya. Anehnya, hanya Naruto yang sadar kalau dunia ini mengalami pengulangan (loop). Orang lain tak ada yang sadar kalau dunia sudah mengalami looping, termasuk Hinata.

Awalnya Naruto tak mempermasalahkan loop ini. Justru dengan loop ini ia bisa menikahi Hinata kembali. Ia bisa menghabiskan banyak waktu dengan Hinata dari awal. Mereka bisa bersenang-senang lagi.

Masalah muncul saat Naruto menikahi Hinata, di situlah kenehan mulai terjadi. Anak pertama yang dilahirkan Hinata bukan Yuki, tapi justru seorang bayi laki-laki. Ia lahir di saat petir menyambar-nyambar desa Konoha, bagaikan kenyataan yang menyambar Naruto. Ia menamai anaknya Bolt (pancaran kilat). Beberapa tahun kemudian, anak kedua mereka bukan Ame, melainkan bayi perempuan berambut indigo yang mereka namai Himawari (bunga matahari). Naruto lebih banyak melamun setelah kelahiran kedua anaknya.

“Kau tidak apa-apa? Kau senang?” tanya Hinata yang masih terbaring di tempat tidur pasca persalinan.

Naruto menyimpan Hima yang berada di pangkuannya ke samping Hinata. Mereka memeluk bayi mungil itu bersama.

“Aku senang.” Tentu saja Naruto senang karena kini ia memiliki Bolt dan Hima. Hanya saja ia merindukan Yuki dan Ame. Dimana mereka saat ini? Apa berarti di dunia ini mereka tidak ada?

Naruto terlalu berharap banyak dengan mengira ia bisa bertemu dengan Ame dan Yuki. Naruto mengambil kesimpulan kalau kelahiran manusia adalah salah satu yang berubah dalam rangkaian loop. Manusia tercipta dari gabungan puluhan juta sperma dan sel telur. Itu artinya kemungkinan Yuki dan Ame lahir ke dunia adalah 2 berbanding puluhan juta, itu perbandingan yang sangat kecil.

Alur di loop pertama berjalan nyaris sama dengan di kehidupan sebelumnya. Orang-orang yang sebelumnya mati tetap mati. Naruto berinisiatif menghindarkan orang-orang dengan kematian, terutama orang-orang yang masih muda yang sebelumnya tewas dalam perang. Naruto juga mengajarkan gaya hidup sehat kepada istrinya. Istrinya tak diizinkan menjalankan misi berbahaya. Ia ingin loop yang dialaminya bisa dimanfaatkan untuk hal yang berarti.

Namun kenyataannya sama saja. Asuma, Jiraiya, Neji, semuanya tetap mati di saat yang sama. Bahkan Hinata meninggal di jam dan hari yang sama, di Senin sore yang mendung seolah dunia ikut sedih harus kehilangannya untuk kedua kali.

Begitu pula dengan Naruto, ia mati di waktu yang sama, di usia 110 tahun.

Loop 2

Naruto menulis angka 2 di telapak tangan kirinya. Di loop ke-2, Naruto berusaha mengubah alur secepat mungkin. Begitu ia mengalami loop, ia segera memberitahukan Sandaime apa yang terjadi.

Tapi siapa yang akan percaya anak 10 tahun?

Naruto dikira gila dan dikirim ke rumah sakit jiwa.

Naruto memutar otak lagi. Ia akhirnya nekat kabur dari rumah sakit jiwa dan membunuh orang yang dinilai paling berpengaruh dalam pergerakan Akatsuki, yaitu Obito. Obito dibunuh bahkan ketika ia belum selesai merekrut Akatsuki. Dunia damai, tapi tidak dalam waktu lama. Ada hukum keseimbangan dunia dimana saat ada orang yang ditakdirkan mati diselamatkan, maka harus ada orang yang menggantikan kematiannya. Begitu pula sebaliknya, jika ada orang yang ditakdirkan hidup 10 tahun lagi, tapi malah dibunuh, maka harus ada orang yang menggantikan kehidupannya selama 10 tahun.

Obito memang mati, tapi sosok musuh lain bermunculan dan muncul pula ancaman lain terhadap dunia ninja.

Meski ancaman musuh tidaklah berarti bagi Naruto, tapi ditinggalkan istri dan anak-anaknya membuat mental Naruto tersiksa. Di setiap loop ia harus mengalami penderitaan yang sama. Hinata tidak pernah mengingat semua memori bersama Naruto di kehidupan selanjutnya. Saat loop kembali terjadi, Hinata bagaikan kembali menjadi sosok yang tak dikenal Naruto.

Loop 3

Saat bangun di loop ke-3, Naruto punya firasat kalau dalam loop kali ini pun ia tak akan bertemu dengan Ame dan Yuki. Maka ia memutuskan untuk menuangkan ingatan tentang kedua anaknya itu ke dalam lukisan. Ia melukis wajah kedua anaknya agar ia tidak melupakan mereka.

Di perang dunia ninja ke-4, Naruto semakin tak tahan dengan beban mental yang dia emban. Ketika proses penyegelan Kaguya, ia dengan sengaja menarik Sasuke dan Sakura sehingga mereka berdua yang terkena ledakan chakra Kaguya. Anehnya, setelah Naruto mati, ia masih saja mengalami loop. Bahkan di loop ke-4 Sakura dan Sasuke terlihat tidak terpengaruh sedikitpun. Jadi intinya, dengan atau tanpa chakra Kaguya, rangkaian loop tetap terjadi kepada Naruto. Hanya chakra Kaguya di kehidupan pertamanyalah yang mempengaruhi loop.

Loop 4

Naruto berusaha menanyakan masalah ini kepada semua orang yang dia anggap lebih tahu. Kepada Sandaime, kepada ayahnya, kepada Jiraiya, kepada kakek Rikudou, bahkan kepada Kaguya. Tapi tak ada yang tahu.

Loop 5

Dengan pikiran yang sudah semakin kacau. Naruto menjalankan kehidupannya dengan seenaknya. Terkadang ia jadi ninja, pelukis, petani, bahkan jadi pembunuh bayaran pun pernah ia lakoni. Tapi Hinata selalu setia menemaninya kemana pun ia pergi. Ia rela jadi istri Naruto apapun profesi yang Naruto lakoni. Hinata seperti punya ikatan yang kuat terhadap Naruto. Di setiap loop, Naruto selalu menanyakan pertanyaan yang sama kepada Hinata.

“Kau tahu arti bunga lavender?”

“Aku tidak tahu.”

Loop 6

“Kau tahu arti bunga lavender?”

“Tidak. Memangnya apa artinya?”

Loop 7

“Kau tahu arti bunga lavender?”

“Ano, itu…”

Loop 8

“Kau tahu arti bunga lavender?”

“Tidak.”

Loop 9

“Kau tahu arti bunga lavender?”

“Lavender?”

Loop 10

“Kau tahu arti bunga lavender?”

“Kebahagiaan?”

“Darimana kau tahu?!”

“A-aku hanya menebak.”

Loop 11

“Kau tahu arti bunga lavender?”

“Maaf-“

“Sudahlah.”

Loop 12

“Kau tahu arti…”

“Arti? Arti apa?”

“Lupakan.”

Tak ada satu pun Hinata yang tahu arti bunga lavender. Naruto pun yakin Hinata di loop ke-12 tak tahu sehingga ia tak bertanya. Kenangan-kenangan manis bersama Hinata di kehidupan sebelumnya seakan menguap begitu saja bagaikan ilusi.

Loop 13

Berulang kali mengalami loop akhirnya membuat Naruto lelah. Ia tak lagi merasakan ini sebagai suatu kelebihan, tapi sebagai kutukan. Belasan kali Hinata mati di hadapannya tanpa bisa ia cegah. Belasan kali anaknya meninggalkan Naruto dan ia tak pernah bertemu lagi dengan mereka. Pikirannya makin menumpuk.

Loop 14

Masalah lain adalah rasa sedihnya saat kehilangan Hinata mulai terkikis habis. Ia sudah menyaksikan belasan kali kematian dan kata-kata terakhir Hinata. Kematian Hinata sudah bagaikan hal yang ‘biasa’. Naruto takut jika ini terus berlanjut, maka hatinya sudah benar-benar beku. Di loop ke 14, untuk pertama kalinya Naruto tidak menikahi Hinata untuk berusaha melupakannya.

Berhasilkah?

Tidak!

Hinata yang terkenal konsisten itu tetap mendekati Naruto. Perasaan Hinata tidak tersampaikan dan mereka menderita hingga ajal memisahkan mereka. Itu sangat menyakitkan.

Loop 15

Di loop ke-15, Naruto mengambil cara yang cukup ekstrim dengan menikahi perempuan lain.  

Naruto menikahi Karin di loop ke 15.

“Aku menyukaimu.”

“Kau bercanda ‘kan?” tanya Karin sambil tertawa.

“Apa aku terlihat bercanda?”

Loop 16

Menikahi Sakura di loop ke 16.

“Haruno Sakura, apa kau bersedia menerima Uzumaki Naruto sebagai suamimu dalam keadaan suka maupun duka sampai ajal memisahkan kalian?”

“Bersedia.”

Dengan pendekatan yang lama, Sakura mau menikah dengan Naruto. Naruto berharap Hinata akan berhenti mendekatinya. Itu berhasil. Tapi lagi-lagi Naruto dan Hinata hanya saling membohongi perasaan masing-masing. Mereka berdua menderita lebih dari sebelumnya.

Loop 17

Menikahi Ino di loop ke 17.

BRAK!

Ino mendorong badan Naruto ke pintu depan rumah mereka cukup keras.

“Sejak awal, pernikahan ini tidak didasari oleh perasaanmu padaku,” keluh Ino dalam tangisnya. “Ada wanita yang sangat kau sayangi, dan sayangnya itu bukan aku!”

Naruto diam tak menanggapi. Ini membuat Ino semakin kesal. Ini semakin mempertegas kalau kata-katanya benar, Naruto tidak benar-benar menyayanginya.

“Sepertinya kita memang tidak ditakdirkan bersama,” ujar Ino sambil berlalu, meninggalkan Naruto yang masih mematung.

Naruto berhasil menjauhkan Hinata dari kehidupannya. Tapi Naruto malah menyakiti lebih banyak orang-orang atas tindakannya ini. Rasa bersalahnya makin besar baik terhadap Hinata, maupun terhadap wanita lain.

END OF FLASHBACK

Loop 18

Saat ini.

“Berulangkali aku berusaha menjauhkanmu dariku. Keberadaanmu di dekatku hanya akan mengingatkanku pada belasan Hinata lain yang pernah hidup di kehidupanku yang sebelumnya. Juga pada belasan anak-anak kita. Aku lelah melihat kematian kalian. Hatiku sudah terlalu sakit. Aku takut rasa sedihku saat kehilangan kalian menjadi sesuatu yang tidak berarti, aku takut hatiku jadi kebal. Sehingga sebisa mungkin aku tak mau menjalin hubungan yang terlalu dekat denganmu. Aku tak mau menciptakan terlalu banyak kenangan berharga denganmu di kehidupan ini. Percuma. Itu akan membuatku sakit hati karena di loop selanjutnya kau akan melupakan kenangan kita. Kau tak akan ingat jika aku memelukmu, menciummu, bahkan kau tak akan pernah tahu kita melakukan percakapan ini,” kata Naruto mengakhiri cerita panjangnya.

Naruto benar karena telah memperingatkan Hinata sebelum mendengar rahasianya ini. Cerita ini  telah mengubah sudut pandang Hinata tentang Naruto setelah Hinata mendengarnya. Pantas saja Naruto bersikeras menjauhi Hinata selama ini. Naruto periang yang selama ini dikenal Hinata bukan ‘mati’, melainkan digantikan oleh jiwa Naruto yang telah dewasa. Inilah alasan dari tiap tatapan bosan dan beban yang diperlihatkan Naruto di sepasang mata safirnya. Inilah alasan kenapa Naruto bisa sangat kuat di luar dan sangat rapuh di dalam. Hinata tak bisa bayangkan jika harus melihat kematian orang yang sangat disayangi secara berulang kali.

“Kau boleh meninggalkanku dan menganggap kita tak pernah melakukan percakapan ini. Kau boleh-”

PLAK!

Kata-kata Naruto terpotong oleh tamparan Hinata di pipinya.

“Itu hadiah karena kau menikah dengan wanita lain!” jawab Hinata kesal.

“Ck. Baik, aku terima,” gumam Naruto pelan, nyaris tak terdengar oleh Hinata. “Sekarang apa yang akan kau lakukan? Kau sudah tahu semua rahasiaku,” tanya Naruto.

Hinata sedang duduk di samping Naruto. Kedua tangannya memegang kepala. Ia sedang berpikir keras. Lama Hinata terdiam. Naruto mengerti dan memberikan waktu kepada Hinata untuk berpikir. Sementara dirinya menyandarkan diri di batang pohon maple yang besar, merasakan hembusan angin segar di siang hari.

“Aku tidak akan meninggalkanmu,” gumam Hinata akhirnya.

Naruto membuka matanya, lalu menatap Hinata yang sedang bersila di hadapannya. Gadis di hadapannya benar-benar keras kepala.

“Sudah kubilang kalau kehadiranmu di dekatku hanya akan menyakitiku. Kau senang kalau itu terjadi?” tanya Naruto agak kesal.

“Bukan itu maksudku. Kau melakukannya dengan cara yang salah,” lanjut Hinata.

Naruto tak mengerti. “Maksudmu?”

“Kepada siapa saja kau telah menceritakan rahasiamu ini?” tanya Hinata.

“Hanya kepadamu.”

“Itu dia!” seru Hinata. “Maaf jika aku sok mengajarimu meski aku belum pernah mengalami rangkaian loop. Tapi menurutku itulah letak kesalahan terbesarmu. Rasa tersiksamu muncul karena kau berusaha menanggung sendiri penderitaan yang kau alami. Kau ini sok kuat. Jangan terlalu egois dengan mengemban semua beban ini sendirian. Kau tak akan mampu. Kau bisa stress. Kau bisa gila.”

Naruto berpikir sejenak. Ia teringat kalau istrinya sempat bilang hal yang sama di dalam alam bawah sadarnya, tepatnya saat ujian chuunin. Tapi benarkah apa yang dikatakan Hinata?

“Hal kedua yang salah adalah kau berusaha menjauhkanku darimu. Kau salah jika mengira seorang Hyuuga Hinata akan begitu saja mau menerima saat kau jauhi. Aku dan semua Hinata akan terus mengejarmu. Kau cahaya bagi kehidupan kami. Apa menurutmu aku dan Hinata-Hinata lainnya akan menyerah begitu saja saat kau menjauhi kami?” tanya Hinata dengan nada kebanggaan dalam kata-katanya.

Naruto baru menyadari kedua hal tersebut. Dalam looploop sebelumnya ia tak melibatkan Hinata karena takut Hinata merasa terbebani. Saran yang diberikan Hinata merupakan kebalikan dari hal yang selama ini dilakukan Naruto, tapi jika dipikir lagi dengan kepala dingin, itu terdengar masuk akal.

“Sebuah masalah akan terasa lebih ringan jika kau bagi dengan orang yang kau percaya. Apa sekarang kau merasa lebih tenang?” tanya Hinata.

Naruto mengangguk. Setelah ia menceritakan rangkaian loop, entah kenapa Naruto memang merasa tenang.

”Itu karena kau sudah menceritakan masalahmu padaku. Terlepas dari ada atau tidaknya solusi dari masalahmu kedepannya. Setidaknya kau telah membagi beban masalahmu denganku sehingga terasa lebih ringan. Jadi usahamu yang selama ini menghindariku bukanlah cara yang tepat.”

Naruto tersenyum tipis, senyum tulus pertama yang ditunjukkannya kepada Hinata. Hinata membalas senyumannya. Hinata lalu meraih kedua tangan Naruto. “Sekarang berjanjilah padaku,” perintah Hinata.

“Janji apa?”

“Jangan pernah menyembunyikan rahasiamu ini dariku dan dari Hinata-Hinata lain setelahku.”

Naruto memejamkan matanya. Cara ini memang berlawanan dengan yang selama ini dilakukan Naruto. Tapi Naruto harus yakin karena saran ini datang dari Hinata, sosok yang justru selama ini tidak ingin Naruto libatkan.

“Ya, aku berjanji.”

“Bagus.” Senyum Hinata makin lebar. Ia kemudian menyatukan kedua tangan Naruto di depan dadanya. “Satu lagi. Aku ingin kau melakukan hal yang sama dengan yang kau lakukan kepada Hinata-Hinata lain sebelumku.”

Kening Naruto berkerut, terlihat mencari tahu maksud perkataan Hinata.

“Aku ingin kau menikahiku…” kata Hinata malu-malu.

Tanpa ragu Naruto segera menjawab, “Tentu saja… tidak.”

“Hah? T-tapi ‘kan…”

Setelah itu Hinata memberondongi Naruto dengan berbagai pertanyaan, tapi Naruto sama sekali tak meladeninya. Yang ia lakukan hanya beranjak dari tempat duduknya, memegang erat tangan Hinata, dan mengajaknya berbalik arah. Tujuannya sekarang adalah desa Konoha. Ia mengurungkan niatnya untuk pergi dari Konoha. Kini senyuman tak pernah lepas dari wajahnya.

To Be Continue…

© rifuki

The Infinite Loops – Chapter 1
The Infinite Loops – Chapter 2
The Infinite Loops – Chapter 3
The Infinite Loops – Chapter 4
The Infinite Loops – Chapter 5
The Infinite Loops – Chapter 6
The Infinite Loops – Chapter 7
The Infinite Loops – Chapter 8 (End)

One Reply to “The Infinite Loops – Chapter 6”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.