Resign dari Bank

Resign dari Bank

Tahun 2020 saya dilanda kebosanan yang luar biasa. Sebagai staf IT di bank, sebenarnya rutinitas pekerjaan sehari-hari saya tidaklah monoton. Pekerjaan kemarin akan berbeda dengan hari ini. Pekerjaan hari ini belum tentu sama dengan besok. Kadang pekerjaan numpuk, kadang santai banget. Namun tetap saja kan meskipun masalahnya beda, tapi yang diurusin itu-itu juga, komputer lagi, ATM lagi, ga akan jauh dari seputar IT. Mungkin inilah yang disebut burnout dalam pekerjaan, yaitu kondisi kejenuhan pekerja yang disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah tidak adanya rotasi/mutasi pegawai.

Saya adalah staf IT dengan jabatan paling lama (5,5 tahun) dibanding dengan senior saya yang rata-rata hanya 1 tahun. Entah kenapa zaman saya malah awet. Yang jelas bukan karena pendidikan yang linier, toh faktanya banyak kok lulusan IT malah ditempatkan di bidang lain. Bukan berarti saya jadi benci kerja di IT ya, passion saya tetep di IT kok. Kalau belum saatnya promosi, minimal rotasi lah agar ada suasana baru. Sudah 5 tahun lho, tidak ada salahnya belajar hal lain kan?

Musuh Terbesar Itu Bernama “Kebosanan”

Bagi sebagian orang kondisi seperti saya ini menyenangkan, enak tinggal ngantor, pekerjaan sudah sangat dikuasai.

Tapi menurut saya itulah jalan menuju “jebakan”. Saya terlalu lama di zona nyaman. Lima tahun memang sudah tidak ideal jika ditempatkan di posisi yang sama. Ada beberapa manfaat yang bisa diambil seandainya rotasi pegawai dilakukan secara berkala setidaknya 2-3 tahun sekali di sebuah perusahaan, diantaranya:

Pertama: Menghilangkan kejenuhan. Rasa jenuh atau bosan adalah musuh terbesar seorang pekerja. Rasa bosan akan berpengaruh ke banyak aspek seperti kedisiplinan, prestasi kerja, dan produktifitas kerja.

Kedua: Menambah pengetahuan. Wawasan pekerja akan bertambah tidak hanya di satu bidang, tapi berbagai bidang hingga ia mengetahui segala sektor yang dikelola perusahaan. Tentu itu bermanfaat untuk pengembangan karir pekerja. Di sisi perusahaan pun tidak akan mengalami ketergantungan pada seorang pekerja, karena suatu bidang dikuasai oleh beberapa orang.

Ketiga: Menghindari risiko fraud. Seorang pekerja akan semakin mahir dan menemukan celah atau titik kelemahan perusahaan. Banyak kasus fraud biasanya karena seseorang terlalu lama menempati suatu posisi pekerjaan.

Keempat: Menciptakan lingkungan yang nyaman antar pekerja. Dalam suatu perusahaan kadang terjadi ketidakcocokan antar rekan kerja atau kecemburuan pada pekerja di jabatan lain.

Sering saya berpikir, “Enak ya jadi teller dan CS, kerja sampai jam 3, pekerjaannya tuntas di hari itu dan pulang tanpa beban.” Kan aslinya tidak seperti itu. Mereka dituntut profesional, ramah terhadap nasabah yang komplain meski sedang ada masalah di rumah, kadang sore hari harus progress nasabah atau buat ratusan rekening baru. Marketing sering jalan-jalan, sore hari lempar berkas ke staf operational. Aslinya mereka juga gelisah dibebani target yang tidak masuk akal, tidur tidak tenang, Sabtu-Minggu pun tetap masuk. Staf Operational yang terlihat nyaman di ruangan ber-AC sepanjang hari, padahal tumpukan berkas harus diinput dengan cepat. Pekerjaan Staf Operational cenderung sama, berulang, dan monoton tapi di sisi lain harus dilakukan dengan penuh ketelitian. Salah sedikit bisa berakibat fatal.

Seandainya ada yang bilang Staf IT kerjanya cuma nonton Youtube pun, saya akan bilang dengan senang hati, “Tukeran jabatan yuk? Sehariiiii aja. Biar tahu gimana lelahnya saya ngelola semua hal yang berhubungan dengan TI dari A sampai Z seorang diri.”

Ya, begitulah. Manusia memang selalu saling sangka. Rumput tetangga selalu lebih hijau. Makanya rotasi begitu penting agar saling memahami jabatan lain.

Resign

Akhir tahun 2020, rasa bosan itu ternyata mengantarkan saya pada pemikiran-pemikiran yang semakin jauh lagi. Pemikiran tentang masa depan. Seandainya saya terus di bank, jika karir saya bagus, apa yang menunggu saya di depan sana?

Saya berkaca pada atasan dan senior-senior saya. Mengamati setiap permasalahan. Mendengarkan setiap keluh kesah. Lalu menyimpulkan jika jabatan saya saat ini adalah jabatan paling aman dan minim risiko. Nominal jumlah uang paling besar yang pernah saya pegang berkisar 1 Milyar dalam 1 kali pengisian ATM. Selalu ada rasa takut ada pembobol ATM atau ada kesalahan input system. Mau ganti dari mana uang sebanyak itu? Terlepas dari ada SOP, asuransi ATM, dan log system yang bisa menyelamatkan kita. Tapi semua itu hanya aturan manusia yang tidak akan 100% akan selalu mulus. Akan selalu ada potensi kelalaian yang akan menyudutkan kita.

Sekarang beralih ke Marketing/Account Officer. Jika dia berhasil closing kredit dengan plafond 100juta dengan jangkat waktu 10 tahun, targetnya memang tercapai, tapi dia telah ‘mengikat’ dirinya selama 10 tahun pada kreditur tersebut karena dirinya adalah penilai kredit. Ia harus pastikan kreditur tersebut selalu bayar tepat waktu selama 10 tahun. Kalau satu bulan saja menunggak, maka harus ditagih. Itu baru 1 kreditur kalau 100 kreditur bagaimana? Sepintar-pintarnya kita menganalisa kemampuan finansial kreditur, akan tetap ada risiko gagal bayar karena nasib orang tidak ada yang tahu.

Hal-hal seperti itu semakin berat seiring dengan kenaikan jabatan. Ke bagian manapun nanti saya dipindahkan akan selalu ada risiko keuangan. Uang adalah magnet bagi tindak kriminalitas. Sudah tak terhitung lagi kasus pembobolan kartu ATM dan penipuan nasabah yang pernah saya tangani. Mayoritas pembobol kartu ATM adalah kerabat dekat nasabah yang mengetahui PIN kartu ATM. Entah itu pasangan nasabah yang secara sembunyi mengambil kartu ATM pasangannya atau anak sendiri yang memanfaatkan kepolosan orang tuanya. Pada zaman sekarang uang telah banyak membuat orang buta.

Saya salut untuk teman-teman saya di bank karena saya tidak bisa seperti mereka. Masalahnya saya tidak seteliti itu, tidak seberani itu untuk tetap bertahan.

Hal kedua yang jadi pertimbangan adalah waktu. Sudah jadi rahasia umum jika kerja di bank sering pulang malam, sulit sekali rasanya pulang sebelum matahari terbenam. Awal dan akhir bulan harus siap lembur. Ketika ada acara sosialisasi pasti dilaksanakan malam karena tidak ingin mengganggu operasional. Sabtu Minggu harus siap ketika harus datang. Hari raya pun tak tenang takut mesin ATM habis.

Sebagai pendatang di Majalengka, saya pulang seminggu sekali. Itu artinya saya hanya menghabiskan waktu dengan anak dan istri selama seperempat hidup saya. 75% hidup saya lebih banyak di perantauan dan di kantor. Banyak momen kembang tumbuh anak saya yang saya lewatkan.

Hingga akhirnya saya putusakan untuk resign…

Tinggal lebih dari 5 tahun di suatu tempat membuatmu merasa seperti di “rumah”. Rumah yang selalu memberimu makan dan melindungimu ketika sakit. Rumah yang berperan mengubah bahasa, logat, dan selera makananmu. Rumah yang ingin selalu kau jaga beserta keluarga di dalamnya.

Jangan heran saat kau akan pergi dari rumah kau akan merasakan perasaan campur aduk, sedih, takut, bingung, semua jadi satu. Kadang terpikir, apa rumah ini akan baik-baik saja? Apa ini keputusan benar?

Tapi itulah hidup. Menjalani hidup adalah tentang menentukan skala prioritas apa yang menurut kita lebih penting. Kita harus terus belajar hal baru dan melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda agar kita makin berkembang.

Saya resign per 31 Desember 2020, dan bank bjb Majalengka akan selalu jadi “rumah” yang istimewa bagi saya.

“Rumah akan selalu ada disana, menyambutmu lagi saat suatu saat nanti kau singgah dan menyapa.”

Disclaimer:

*Deskripsi pekerjaan yang saya jelaskan di atas tidak bisa disamakan dengan di cabang atau di bank lain. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut seperti jumlah kantor kelolaan, kuantitas pekerjaan, jumlah debitur, target, sifat atasan, rekan kerja, dan lingkungan kantor lainnya. Karena bahkan dengan title jabatan yang sama sekalipun, ternyata teman saya di cabang lain ada yang santai, ada yang lebih parah 😀

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.