Borju dan “Kotaan”

Borju dan “Kotaan”

Do mi ka do, cie duo tigo
cerita tentang orang yang banyak uangnyo
sangat mencolok hidup mewahnya
do re mi fa sol la si do

Bagi kalian yang kelahiran tahun 90-an pasti tahu atau minimal pernah dengar lagu itu. Lagu berjudul Borju yang dinyanyikan grup rapper NEO sangat nge-hits saat itu. Saya yang masih duduk di bangku SD, cuma ikut-ikutan nyanyi meskipun ga ngerti maksudnya. Lama-kelamaan, karena keseringan dinyanyiin, barulah tahu arti kata borju yang disampaikan dalam lirik lagu tersebut.

Borju berasal dari kata borjuis, yang artinya orang yang bergelimang harta. (Entah itu kaya dari lahir, dapat warisan, atau dapat gusuran.)

Saya dan seorang teman saya akhirnya menjadikan borju sebagai sebutan bagi teman-teman lain kami yang kaya raya. 

Seiring berjalannya waktu lagu Borju mulai meredup dan sebutan itu jarang kami pakai lagi.

Tak lama lahirlah istilah baru untuk ‘kaum kaya’ tersebut yaitu, “kotaan”. Istilah kotaan muncul saat kami dan teman kami terlibat perdebatan – entah tentang apa – hingga akhirnya teman saya yang kaya bilang, “Dasar lu kampungan!”

Teman saya langsung nyeletuk, “Dari pada lu kotaan!” (Maklum, kami termasuk kalangan bawah.)

Berawal dari candaan itu, kata kotaan justru jadi sering kami pakai menggantikan kata borju.

Menurut pikiran polos kami dulu, kotaan berarti anak orang kaya yang secara langsung memperlihatkan kekayaannya dengan kata-kata dan perbuatan. Misalnya dengan bilang kalau dia punya mainan baru, kemudian dengan sombongnya memperlihatkan mainannya. Mainan itu biasanya sangat mahal hingga tak mampu dibeli oleh uang saku anak seusia kami. Biasanya dia akan puas saat dia jadi satu-satunya orang yang memiliki mainan itu. Pasti banyak yang mengalami hal serupa ‘kan? Soalnya itu sifat dasar anak-anak, tidak mau kalah.

Lucunya, anak-anak tersebut justru tak berkutik saat kami ajak mengikuti permainan tradisional. Mungkin karena terbiasa dengan permainan modern. Diajak lari lambat, diajak petak umpet kebagian jaga terus.

Tahun demi tahun berlalu namun kami sadar keberadaan kaum kotaan masih ada. Bahkan sepertinya akan tetap ada sampai kapanpun. Hanya saja pengertiannya sedikit dirubah. Orang kotaan versi sekarang adalah orang yang membeli barang bukan berdasarkan keperluan, tapi agar dipandang kaya dan mengikuti trend. Trend konsumtif.

Kok kelakuannya ga beda jauh sama anak-anak? Ga mau kalah. 

Seandainya teman saya ada di sini (dia pindah ke luar kota), pasti kami akan bercanda seperti dulu. Ayo kita sebut mereka lagi dengan, “Dasar kotaan!”

Hahahahaha

Nostalgia dulu nih, NEO – Borju:
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=iyEpq15tT7Y&w=480&h=360&rel=0&showsearch=1&fmt=18]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.