Mimpi Yang Terasa Nyata
Mimpiku beberapa malam lalu benar-benar aneh. Bukan karena isinya yang konyol. Tapi karena mimpi itu sangat detail, memiliki alur yang jelas dan terlihat seperti film. Ga usah panjang lebar lagi ini dia rangkuman dari mimpi itu.
Pada suatu hari aku bersama 5 orang temanku, sebut saja A, B, C, D, dan E mengadakan survival ke sebuah hutan yang ceritanya belum pernah terjamah manusia. Saat itu yang berinisiatif pertama kali adalah A. Dia orangnya bersemangat dan paling berjiwa petualang di antara kami ber-enam. Kami pun memutuskan untuk menjadikannya pemimpin survival ini. A nampaknya tak banyak protes dan langsung setuju.
Singkat cerita, kami sampai di hutan yang dituju tanpa hambatan yang berarti. Keadaan hutan tropis memang sudah sangat familiar bagi kami yang berasal dari wilayah tropis. Kami benar-benar menikmati petualangan kami saat itu. Hutan ini memang belum terjamah manusia, tak ada jalan setapak yang kami temui. Tanda-tanda kehadiran manusia pun tak kami jumpai.
Kami menghabiskan hampir seminggu di hutan belantara itu. Karena merasa sudah terlalu lama di hutan, ditambah lagi dengan teman-teman yang sudah mulai bosan selama seminggu ini hanya makan buah dan umbi-umbian (kami tak menemukan hewan yang bisa diburu), akhirnya kami memutuskan untuk pulang. A mengajak kami untuk pulang ke rute yang berbeda. Hutan yang kami lewati sangat rimbun dan gelap melebihi rute kami saat datang. Bermodalkan kompas dan peta, A berjalan paling depan sambil sesekali menebas ranting dan semak yang menghalangi jalannya. Setelah hampir dua hari perjalanan, kawasan hutan yang rimbun telah terlewati seiring perjalanan kami yang sampai di lembah hutan. Sekarang yang menantang kami adalah tebing dan jurang yang dalam di sisi kami. A semakin terlihat bersemangat dengan keadaan ini. Sedangkan kami hanya bisa pasrah mengikuti kemana A membawa kami.
Jalan semakin menurun dan memaksa kami untuk menuruni jurang dimana di bawahnya terdapat sungai dengan batu-batu besar. Tiba-tiba A menghentikan jalan kami, menyuruh kami menunduk, bersembunyi di balik bebatuan. Kulihat wajah A sangat ketakutan dan ini pertama kalinya aku melihat wajah A seperti itu. Saat B akan bertanya, A malah menutup mulut B dengan tangannya, memaksa B untuk diam. Kami heran dengan tingkah A. Apa yang membuatnya setakut ini?
Setelah A agak tenang, ia memberi isyarat kepada kami untuk mengintip ke arah lembah. Akhirnya kami mengerti kekagetan A, kami melihat kawanan dinosaurus. Kami tak tahu spesies dan namanya tapi yang jelas mereka karnivora dengan tinggi sekitar 2-3 meter (sejenis C. Bauri). A bilang sebenarnya kami hanya tinggal menyeberangi lembah dan masuk ke sebuah retakan di permukaan bumi. Retakan alami itu akan membawa kami ke luar dari hutan ini, kata A sambil menunjuk sebuah wilayah di peta yang sama persis dengan retakan di seberang lembah. Setelah berembuk dan memperhitungkan beberapa kemungkinan terburuk, kami memutuskan untuk menuruni lembah tepat saat matahari terbit. A bilang dinosaurus di lembah itu termasuk hewan malam dan akan tidur di siang hari.
Malamnya tak ada satupun dari kami yang tidur. Padahal A sudah menyuruh kami tidur dan bilang dia akan berjaga. Tapi mau bagaimana lagi? Kami tidak tenang dan rasa ngantuk kami hilang dalam keadaan seperti ini.
Saat yang ditunggu-tunggu datang juga. Dugaan A benar, para dinosaurus tidur di saat matahari terbit. Kami pun perlahan-lahan menuruni lemah, mengendap-ngendap. Bebatuan yang licin menuntut kami untuk selalu berhati-hati. A berada di urutan terakhir sedangkan B berjalan paling depan.
Saat itulah hal yang tak diduga terjadi. Entah karena merasa sangat takut atau apa, B yang berjalan paling depan tak bisa menahan dirinya untuk tak berlari. Ia berlari meninggalkan kami berlima, menuju retakan yang dimaksud A kemarin. Tingkah B ini membuat para dinosaurus yang sedang tidur kembali terbangun. A yang melihat keadaan ini segera memerintahkan kami untuk ikut berlari menuju retakan, menyelamatkan diri kami masing-masing.
Dinosaurus yang kini sudah semuanya terbangun langsung saja berlari mengejar kami. Malangnya, kecepatan lari kami tak ada apa-apanya dibanding dinosaurus. Tapi aku tak peduli dan berusaha terus berlari. Di tengah usahaku untuk berlari sekuat tenagaku, aku masih bisa mendengar teriakan D, E, dan F yang satu-per-satu mulai diterkam dinosaurus. Aku yang mempunyai kemampuan berlari lumayan kini berlari paling depan (sedangkan B, aku tak tahu kemana, sudah kabur mungkin).
Sesampainya di retakan, aku segera berbalik melihat keadaan A dan C yang masih di belakang. Aku melihat C diterkam dan dirobek di depan mataku. Sedangkan A masih berlari. Aku mengulurkan tanganku untuk menyambut A. Aku berhasil meraih tangannya tapi ternyata dinosaurus telah berhasil mengigit kakinya. Ia segera melepas pegangannya di tanganku, dan menyuruhku untuk pergi menyelamatkan diri. Aku akhirnya menurut, berlari dengan menutup kedua telingaku. Aku tak ingin mendengar teriakan A dan C yang sedang dicabik-cabik dinosaurus. Celah retakan di permukaan bumi itu kurang dari 1 meter sehingga dinosaurus itu tak bisa mengejarku.
Aku akhirnya bisa sampai di sebuah pedesaan setelah menelusuri retakan selama berhari-hari. Aku menceritakan apa yang ku alami kepada para penduduk dan mereka mau berbaik hati mengantarku ke rumahku. Belakangan aku tahu kalau B juga selamat. Ia baik-baik saja di rumahnya. Aku tak berani menyinggung masalah kaburnya B yang menyebabkan empat teman kami tewas. Setiap ada pihak yang bertanya pun aku hanya akan menceritakan kejadian tanpa membahas kasus kaburnya B saat di hutan.
Sebulan kemudian B masuk TV, ia sedang ada dalam semacam konferensi pers tentang petualangan kami dan penemuan dinosaurus di hutan sebulan lalu. Sebenarnya para wartawan sudah menginginkan acara ini sejak lama, tapi mereka mengerti mungkin aku dan B masih belum siap. Sehari sebelumnya B menghubungiku dan mengajakku ikut serta dalam konferensi pers itu. Tapi aku menolak, aku bilang aku belum siap untuk bercerita apapun di depan publik.
Acara konferensi pers berjalan lancar. B menceritakan semua petualangan kami. B juga menjawab pertanyaan para wartawan sampai seorang wartawan bilang B seorang yang berjasa karena telah menemukan dinosaurus dalam keadaan hidup. Penemuan ini akan menjadi petunjuk bagi orang-orang di seluruh dunia untuk meneliti dinosaurus. Saat itulah B langsung mematung, di TV samar-samar kulihat kedua tangannya bergetar dan kepalanya menunduk. Tak lama kemudian dia meninggalkan konferensi pers begitu saja tanpa pamit.
Aku mengerti bagaimana perasaan B, dia merasa tak pantas dikatakan berjasa setelah apa yang dilakukannya di hutan. Sikapnya yang berlari begitu saja saat kami mengendap-ngendap memperlihatkan keegoisannya. Ia hanya ingin dirinya yang selamat dan menjadikan kami ber-lima umpan bagi dinosaurus. B telah melakukan hal bodoh dan menyebabkan teman-teman kami tewas.
Berhari-hari B menghilang tanpa kabar. Wartawan sekarang malah berbondong-bondong ke rumahku untuk mencari B dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku tentu tak memberikan informasi apa-apa mengenai kasus B, aku hanya bilang mungkin B masih trauma untuk membahas petualangan kami. Wartawan memaklumi dan tak banyak memberondongiku dengan pertanyaan, mereka juga tak mau terlalu banyak menyudutkanku.
Setelah dua hari berselang aku dikagetkan dengan berita yang membuat jantungku ingin melompat dari tempatnya.
B bunuh diri.
Dia tewas gantung diri di rumahnya dengan meninggalkan pesan dalam secarik kertas bertuliskan “maaf”.
Yeah, mimpi yang aneh dan sukses membuatku merinding saat terbangun.
One Reply to “Mimpi Yang Terasa Nyata”
nyesek banget, kak, bagian terakhirnya.